VS
Mendengar istilah digital library pasti anda terbayang
sebuah perpustakaan yang didalamnya serba kompleks, lengkap, menggunakan
teknologi yang modern dan serba
komputerisasi ditambah sistem yang berbasis web. Jika anda berpikir demikian,
maka itu merupakan pemikiran yang bisa dikatakan benar
“that’s right”. Namun satu hal
yang kurang yaitu saatnya bilang “Waaaw”
(it’s new inovations). Why said like
that? Ya, tentu saja digital library adalah salah satu tipe perpustakaan yang
tercipta seiring meroketnya kemajuan teknologi dibidang informasi. Bayangkan
saja
dengan hanya menggunakan komputer dan didukung dengan internet maka informasi bisa disebarluaskan tanpa batas, bisa melakukan sharing informations. Kita ambil contoh, ketika seseorang ingin meminjam buku di perpustakaan konvensional, namun ternyata buku yang dicari tidak ada karena hanya ada 2 eksemplar pasti betapa kecewanya user/pemustaka. Lain halnya jika
kita berbicara mengenai perpustakaan digital, satu informasi buku bisa diakses ratusan bahkan
dengan hanya menggunakan komputer dan didukung dengan internet maka informasi bisa disebarluaskan tanpa batas, bisa melakukan sharing informations. Kita ambil contoh, ketika seseorang ingin meminjam buku di perpustakaan konvensional, namun ternyata buku yang dicari tidak ada karena hanya ada 2 eksemplar pasti betapa kecewanya user/pemustaka. Lain halnya jika
kita berbicara mengenai perpustakaan digital, satu informasi buku bisa diakses ratusan bahkan
lebih dalam waktu
bersamaan maupun sebaliknya. Namun jika berbicara tentang kesempurnaan dan
kehebatan sebuah penemuan pasti ada saja kelemahannya. Sebut saja, sebuah
perpustakaan yang berbasis digital (digital library). Dalam hal ini
Perpustakaan digital mempunyai
kekurangan. Namun dalam artikel ini saya
lebih menekankan kelemahannya ketimbang kekurangannya. Diantarannya adalah perpustakaan
harus memiliki komputer yang banyak untuk bisa menampung pemustaka yang datang,
tentunya memerlukan badget yang super besar . disisi lain komputer milik
perpustakaan bisa terserang virus akibat copy paste pengunjung yang mencari
bahan lewat flashdisc. Juga tak jarang serangan hacker karena perpustakaan
digital online yang berbasis web. Kemudian bandwith dan kecepatan internet yng
tak menentu. Sampai pada perijinan mendaur ulang informasi buku (transformasi)
dari bentuk buku kedalam e-book (elektronik book) dan perpustakaan digital pun
hanya bisa diakses bagi mereka yang bisa menggunakan komputer hingga perpustakaan digital harus stand by
listrik 24 jam. Jadi pertanyaannya ”sudah siapkah negara kita punya
perpustakaan digital ??”. justru saya rasa semua kendala tidak menjadi masalah
ketika pemerintah mempunyai andil dalam merancangkan UU tersebut dan memfasilitasi hal-hal demikian. bagaimana
tidak. Kita lihat saja negara Amerika yang begitu perioritas terhadap
pendidikan, mereka merancang sebuah konsep perpustakaan digital dimana pemerintahnya sendiri bekerjasama dengan pihak penerbit dan pengarang sehingga tidak
terbentur dengan masalah hak cipta/hak intelektual. Ya, saya rasa wajar karena
amerika mempunyai badget atau finansial yang puluhan kali lipat bahkan lebih
dari indonesia. Tentu jika indonesia mencontoh, mungkin banyak pihak tertentu
yang protes. Sebut saja pihak penerbit yang menggantungkan penghasilan dari
penjualan per eksemplar buku.
Selanjutnya saya akan memperkenalkan istilah hybrid library
atau perpustakaan hibrida. Mungkin dari kalian sudah sering mendengar atau
sebaliknya?
Berbeda dengan amerika, inggris justru merancang
perpustakaan yang condong pada konsep
hybrid library dengan alasan buku sangat penting dalam menyebarluaskan
informasi dan murah serta portable untuk
dibaca. Namun disisi lain informasi dalam bentuk elektronik / digital juga
sangat-sangat di butuhkan dalam era global sekarang. Mengingat pentingnya kedua
konsep dan media tersebut maka inggris
merancang sebuah perpustakaan yang didalamnya terdapat buku konvensional dan
terdapat pula dalam versi elektronoik yang diberi nama dengan electronic
library (elib). Konsep elektronik lybrary itulah yang sekarang atau mungkin
akan di aplikasikan oleh perpustakaan di indonesia. Ya, konsep itu mungkin
sudah agak familiar bagi kita yakni hybrid lybrary atau perpustakaan hibrida.
Mengingat kesadaran untuk membangun perpustakaan hibrida tidak terlalu besar
badgetnya dan bisa diimplementasikan secara perlahan atau bertahap sesuai
kemampuan SDM dan finansial kita serta kerjasama pemerintah dan penerbit agar
nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Sekarang, bagaimanakah menurut anda. Pilih digital library
atau hybrid lybrary?
sumber gambar:
hybridlibrary.blogspot.com
Kayanya lebih enak baca buku drpd ebook.. Soalnya kadang2 bosan juga kalo baca ebook terus, lebih enak baca buku bisa sambil tiduran.. bweheheheh... :P
ReplyDeleteSebenarnya mana saja sih, yang pakai teknologi ya praktis tidak ribet. Tapi, kalau ke perpus tidak mencari buku sepertinya belum disebut perpus.
ReplyDeleteJadi penggunaan perpus konvensional dan berbasis teknologi ada baiknya dipakai bersama, tinggal disinkronkan saja, agar terjadi efek simbiosis mutualisme diantara keduanya.
Bagi kita, pengunjung perpus, yang penting, mudah, cepat, dan praktis.